Untuk tulisan kali ini, saya cuma ingin membicarakan tentang guru2 saya. Tapi, karena semua orang saya anggap sebagai guru saya, maka yang paling dekat di hati aja yang akan saya sebutkan. Ini semua gara2 saya baru mendengarkan ceramah ustadz Uje di tipi. Uje bilang, agar hidup kita lempeng, hormati guru2 kita. Siapa ?!? orang tua kita & guru2 di sekolah.
Jadi, … saya harus segera nulis nih, orang2 yang berjasa dalam perjalanan hidup saya sampai di usia ke 36 tahun ini. Perkara beliau2 itu tahu / tidak, tidak menjadi masalah buat saya, hahaha ... Pertama-tama, saya ingin berterima kasih kepada kedua orang tua saya, khususnya ibu (almh).
Selanjutnya untuk sodara2 saya : mastok, mas hari dan danang. Ga lupa juga, mbah puteri (almh) “ketenangannya yang bak gunung es, sangat kontras dengan ibu (almh) dan saya beruntung bisa merasakan saat-saat dimarahi / disayang oleh mereka berdua”. Trus, om / bulik yang hebat2. Terima kasih yah … susah merangkai kata untuk semua kebaikan mereka selama ini ... susah ...
I Love U all …
Nah …kloter berikutnya baru berbicara tentang guru2 formal saya. Pertama, guru kelas satu SD saya dulu (maaf, bu … saya sudah lupa nama ibu. Tapi, saya masih ingat profil ibu meski samar2. Ibu berkacamata, rambut lurus, bentuk wajah cenderung bulat. Badannya memang agak gemuk & tidak terlalu tinggi ). Menurut saya, ibu adalah guru yang galak. Tapi, ibu adalah orang pertama yang mengajari saya menghafal huruf abjad A – Z … menulis & berhitung. Apa jadinya saya yang masih kecil & jauh dari rasa tanggung jawab, jika tanpa sikap tegas ibu dulu ?!?!? terima kasih, bu … & terima kasih juga, ibu sudah memberi predikat yang terbaik untuk saya, hahaha ... Tapi, kebersamaan saya dengan guru2 sekolah di
Di sekolah yang baru, saya mengenal banyak guru baru. Tapi, sekali lagi … saya hanya mengingat yang benar2 kena di hati. Saya lupa nama lengkapnya. Tapi, saya biasa memanggilnya ibu Rosiana. Beliau mengajar saya di kelas 3 & 4. Beliau yang pertama mengajari saya operasi bilangan perkalian & pembagian. Beliau juga seorang wali kelas. Beliau juga menjadi guru olahraga. Beliau benar2 all around. Satu untuk semua, hahaha … orangnya juga rada galak. Tapi, mungkin karena saya ditakdirkan memiliki wajah melas, beliau rada sayang sama saya, hahaha …
Kemudian guru kelas 6 saya. Bapak Ngatijo. Beliau sudah menjadi guru favorit saya sejak kelas 4. Tapi, saya agak pesimis bisa diajar beliau, karena sejak kelas 2 s/d kelas 5, saya berada di kelas B. Kelas yang saat itu dianggap kelas nomer 2. Kelas nomer 1nya yaa … kelas A. Dan pak Ngatijo selalu mengajar di kelas A. Pak Ngatijo suka mengadu kepintaran dengan guru sekolah sebelah (bapak Sutarjo) untuk ajang cerdas cermat antar siswanya. Saat saya naik ke kelas 4, pak Sutarjo pindah ke sekolah saya. Jadi, ... sekolah saya punya 2 guru kelas 6 yang hebat2.
The dream come true terjadi saat saya naik ke kelas 6. Melalui rapat guru yang alot, akhirnya pak Ngatijo mau menjadi guru kelas kami dengan syarat : kelas kami berubah menjadi kelas A. Jadi, … saat naik ke kelas 6, kami baru merasakan menjadi anak kelas A. Tukar guling, hahaha ... Bangga sekaligus kuatir juga. Tapi, di sinilah intinya … “ternyata memang hanya dibutuhkan satu orang untuk membuat perubahan” yaa … di bawah tangan dingin pak Ngatijo, kami sekelas jadi bablas pinter, hahaha ... macam ulat yang berubah menjadi kupu2. Hanya butuh waktu kurang dari 1 tahun, kami berhasil membalikkan peta kekuatan status quo selama ini. Saat EBTANAS tiba, DANEM terbaik peringkat 1-4 dikuasai oleh kelas kami. Kelas B yang diajar pak Sutarjo baru nangkring di posisi ke 5. Sip - sip - sip …Tuntas sudah rivalitas kami selama ini. Ini nih yang namanya :”stering menang kari”, hahaha ... Pak Ngatijo memang guru yang hebat. Beliau sangat paham betul materi yang akan diajarkan. Klo itu mata pelajaran hafalan, beliau cukup melihat judul bab_nya saja, kemudian beliau mulai menuliskannya di papan tulis kapur tanpa catatan sama sekali. Dan itu, klo ditulis di buku, bisa jadi berlembar2 halaman. Busyet … Semuanya itu seakan2 sudah tersusun rapi di otak beliau. Beliau juga memberikan les tambahan di sekolah. Beliau akan sangat marah, klo saat les ada satu anak yang tidak masuk dengan alasan yang gak jelas. Apalagi alasan duit. Sebab, beliau memberikan les tambahan itu tidak menuntut bayaran. Beliau selalu datang tepat waktu. Cuma sekali beliau terlambat mengajar les karena saat itu memang hujan deras. Guru yang luar biasa … yang beliau lakukan saat itu memang terlihat lebih dari sekedar loyalitas. Itu seperti sebuah pengabdian yang tulus. Beliau juga punya keahlian lain. Beliau pandai bercerita. Khususnya cerita pewayangan.
Guru selanjutnya, adalah guru SMP saya. Ibu Titi Kusprastiwi. Ini guru memang extra ordinary. Beliau mau ber-susah2 ria membawa penggaris kayu yang besar2 komplit dengan alat peraga lainnya untuk mengajar. Jalannya bak peragawati. Enak diliat. Saking ngefans_nya, sampai2 caranya berjalan pun saya ikutin. Alhasil … di awal2 saya sekolah di pulau Jawa, saya dilabeli bencong, hahaha … Tapi, label itu ga lama kok, selanjutnya temen2 lebih suka memanggil saya : acong. Ibu Titi itu guru spesialis matematika. Guru yang luar biasa … di tangannya, matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Tapi, tidak buat teman sebangku saya : Syamsul. Dia mungkin sejak lahir memang sudah ditakdirkan takut sama matematika, hahaha … Meski phobia matematika, Syamsul sangat menonjol dalam bidang agama & musik.
Selanjutnya, guru Biologi di sekolah saya di Jawa (ehm … memang sudah takdir saya untuk menjadi manusia nomaden. Karena sering berpindah2, … ga ada yang mau mengakui status saya secara utuh. Lahir di Jakarta, masa kanak2 sebagian besar di Banjarbaru Kalimantan Selatan, masa remaja di Tulungagung, Jawa Timur, kuliah di
Saat SMA, guru yang berkesan di hati adalah guru Agama. Bapak Harun namanya. Beliau seorang yang tegas. Beliau yang membuat saya mengerti cara membaca Al Quran dengan istilah2nya. Idham bilagunnah, idham syamsiah, ihfa, dll.
Dilanjut saat kuliah di kampus I. Guru yang spesial buat saya adalah pak Purhadi. Kehadiran beliau dalam mengajar bisa dipastikan 100 %. Klo kondisi badan kurang fit pun, beliau tetap datang meski hanya memberikan tugas. Gak ada mahasiswa yang berani bertaruh untuk urusan absensi kehadiran beliau. Beliau juga termasuk salah satu dosen teladan. Beliau adalah dosen pembimbing tugas akhir saya. Beliau bisa ditemui kapan saja. Di kampus oke … di rumah welcome. Beliau mengajar teori statistika. Saat berkonsultasi tugas akhir pun beliau sangat detail mempelajari laporan mahasiswanya, meskipun dilakukan secara santai. Sampai2 muncul hukum tidak tertulis, bahwa mahasiswa/i yang menjadi bimbingannya ada garansi bakal dapet A, hahaha ... beliau guru yang luar biasa …
Terakhir, saat saya kuliah di kampus A. Di kampus ini, keterikatan emosional saya memang lebih beraroma kebencian. Utamanya kepada 6 dosen penguji tugas akhir saya. Kejadian yang sulit dilupakan. Sidang Jumat pagi yang melelahkan, yang berlangsung hampir 4 jam dan berakhir dengan kegagalan (bukan revisi) yang hanya terjadi karena ego para dosen semata, ehm ... weleh2 ... berat euy … sempat terpikir untuk OD (Out Dewe) aja. Ga usah diterusin. Tapi, baguslah setengah tahun kemudian bisa lulus juga. Meski benci cara mereka merampas kemenangan saya secara tidak fair, mereka tetap guru2 saya juga. Jadi … saya akan tetap berterima kasih kepada mereka. Forgive not forgotten …
Paling akhir … guru2 saya berikutnya adalah sahabat2 saya : Antoni, Abu, Fajar, Agung, Andi, Umar, Edi, Hendar, Zamhuri & no name lainnya yang sempat ketemu & ngobrol di warkop ato emperan jalan … terima kasih yach … U’r the best …
Last, but not least ... mertua - istri - dan keturunan saya ... hahaha ... cao !!!