Wednesday, April 14, 2010

Dilema Seorang Pegawai

Jadi pegawai kantoran, yaaa … banyak orang yang mengidam-idamkan menjadi pegawai kantoran. Apalagi klo bisa kerja di perusahaan yang bonafide dan punya jabatan tinggi, ehm … gajinya pasti gede. Ga sedikit orang tua yang berpesan pada anaknya,”nak … kowe sinau o sing sregep ben pinter, ben engko gampang nggolek gawean. Ben ga dol-dolan koyo bapak-ibumu”.

Teringat film si Doel anak sekolahan yang sangat populer dulu dan sekarang ditayangkan kembali, betapa bahagianya babe saat tau si Doel lulus sarjana. “si Doel jadi tukang insiyur … !!! si Doel jadi tukang insinyur … !!!”, teriak babe sambil lompat-lompat kegirangan.

Memang, ... yang namanya anak, kebanyakan menjadi tempat orang tua menggantungkan harapan ato cita-cita yang dulunya mungkin belum kesampaian. Yang orang tuanya gak bisa mbaca dan cuma jadi sopir angkot macam babe, ingin anaknya si Doel jadi tukang insinyur dan kerja di kantoran. Dan saat itu terwujud, betapa bahagianya babe. Tapi bagi si Doel, itu juga bukan hal yang mudah untuk mewujudkan harapan/impian orang tuanya.

Demikian juga di kehidupan nyata, di jaman sekarang ini. Meski setiap capres/cagub/cawali/cabup dan ca-ca-ca lainnya berjanji ingin membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, itu bukan hal yang mudah. Kebanyakan hanya berupa proyek padat karya yang tidak terlalu membutuhkan skills khusus.

Yok kita analisa sama-sama. Data dan fakta di lapangan mengatakan, bahwa tiap tahun, jumlah kepadatan penduduk, trus meningkat. Ini terjadi karena taraf kesehatan masyarakat semakin membaik, sehingga jumlah orang yang meninggal semakin berkurang. Sedangkan, laju meningkatnya jumlah kelahiran, tidak bisa dicegah, meski pemerintah rajin memasyarakatkan program KB dua anak cukup. Selain gak ada reward yang ditawarkan, sebagian besar masyarakat kita masih meyakini bahwa “banyak anak, banyak rezeki” faktanya, justru masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, yang malah memiliki banyak anak daripada mereka yang punya tingkat ekonomi menengah ke atas. Mungkin, bagi mereka, kegiatan "itu" merupakan satu-satunya sarana hiburan pelepas stres yang murah meriah ... menyenangkan ... seger di badan ... dan pastinya dapet pahala pula hahaha ...

Faktanya … dalam bidang pendidikan, tiap tahun jumlah sekolah dasar semakin bertambah. Sehingga, mau gak mau, jumlah sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas serta perguruan tinggi juga ikut-ikutan meningkat, meski jumlahnya tidak sebanyak sekolah dasar. Ujung-ujungnya, jumlah sarjana yang lulus dan siap mencari kerja tiap tahunnya juga ikut bertambah. Klo setiap perguruan tinggi meluluskan sarjana baru mereka 2 ato 3 kali dalam setahun, bayangkan banyaknya sarjana-sarjana yang membutuhkan pekerjaan ?!?!? Sedangkan faktanya munculnya lapangan kerja baru, tidak sebanding dengan jumlah calon tenaga kerja yang tersedia. Supply dan demand nya akan tidak seimbang. Jadi, jangan heran klo masih banyak pegawai yang dibayar dibawah UMR. Lha wong di luaran sana, masih banyak sarjana yang menganggur dan membutuhkan pekerjaan ?!?! apalagi dengan adanya sistem subkon, walah

Pak Dosen pernah bilang,”lulusan sarjana cuma ada 3 tipe. Tipe yang pinter biasanya bablas jadi dosen, … yang biasa2 saja sibuk nglamar pekerjaan sana-sini, … sedang yang bodoh, sibuk buat kartu nama untuk jadi pengusaha hahahaha ….”

Faktanya, …. Lulusan sarjana yang bodoh jumlahnya sedikit …. yang pinter juga sedikit. Sedangkan yang biasa-biasa aja ?!?! Buu ... anyakkk !!!

Sarjana yang biasa-biasa inilah yang saling bertarung memperebutkan lowongan pekerjaan yang banyak muncul di hari Sabtu & Minggu surat kabar harian ibukota. Pak Dosen juga pernah bilang,”klo lulusan sarjana perguruan tinggi negeri menganggur 6 bulan, itu biasa. Satu tahun … masih dianggap lumrah. Klo lebih dari 1 tahun, itu baru patut dipertanyakan”. Bayangkan …?!?!?

Jika sarjana yang masih menganggur rutin melamar pekerjaan di 6 perusahaan dalam satu minggu, maka dalam 1 bulan ada 24 surat lamaran yang harus dibuat. Jika surat lamaran itu dikirim via pos, maka 24 x Rp. 6000 (u/ prangko, kertas, amplop,bolpoin, rental, dll) = Rp. 144.000. Dalam satu bulan aja, bisa Rp. 600 ribuan kita habiskan hanya untuk urusan nglamar pekerjaan. Padahal UMR sekarang masih di kisaran 1 - 1,5 jutaan. Trus, sapa yang nalangin itu semua ?!?! orang tua kita ?!?!? orang yang SD aja kadang gak lulus. Sampai kapan kita akan menjadi beban hidup orang tua ?!?! gak usah muluk-muluk mikir ingin jadi orang yang bermanfaat bagi sesama, klo untuk ngurusin diri sendiri aja masih jadi beban orang lain. Apa kata dunia ...

Umpamanya gak ada lamaran yang terpanggil, … “Anda Belum Beruntung”. Klo ada yang terpanggil menjalani tes, ada biaya lagi yang masih harus dikeluarkan lagi untuk beli bensin, angkot, parfum, dll. Jarang ada perusahaan yang mau menjalani tes cuma satu kali. Paling sedikit 2 kali, bahkan ada yang sampai 6 kali. Klo gagal dalam serangkaian tes itu … “Anda Belum Beruntung”.

Jika lolos semua tes yang ada, kita masih melewati masa percobaan 3 bulan di perusahaan tersebut. Jika gagal …“Anda Belum Beruntung”. Klo berhasil, kita masih harus melakukan adaptasi dengan (1) pekerjaaan baru kita … (2) lingkungan kerja yang baru … (3) dan sikap atasan/bos kita. Gagal beradaptasi … “Anda Belum Beruntung”. Klo itu semuanya ternyata bisa kita lalui, maka hadangan kita yang terakhir adalah PATSI (4Si). Apa itu ?!?! PromosiDemosiMutasi … dan Optimalisasi.

Promosi. Klo itu perusahaan keluarga, bukan hal yanng mudah bagi kita untuk bisa menerobos masuk ke jajaran level atas managerial. Demosi/turun pangkat … ini biasanya berkonotasi negatif. Mutasi … klo yang ini bisa berarti negatif, tapi juga bisa berarti positif. Dan terakhir, Optimalisasi/PHK ... akhir2 ini sering terjadi. Jika kita kebagian yang Optimalisasi ... "Anda Belum Beruntung". Fuih ... ada berapa banyak stok keberuntungan yang kita harus punya untuk melewati itu semua ?!?!?

Dari ke 4Si di atas, yang paling banyak diharapkan adalah Promosi. Jadi, perbandingannya 1 banding 3. Bukan hal yang mudah …

Faktanya … model struktur organisasi perusahaan selama ini seperti sebuah piramida/ segitiga. Makin ke atas makin meruncing. Makin sedikit yang dibutuhkan. makin banyak persyaratannya dan makin tinggi tingkat persaingannya. Jadi gak usah heran ... klo makin aneh-aneh cara menggapainya, hahaha

Faktanya … rata-rata pegawai bekerja 8 jam sehari. Klo ditambah waktu yang dihabiskan untuk berangkat dan pulang kerja, bisa 10 jam. Di tambah lagi waktu tidur 8 jam, jadi 18 jam. Sisa waktu 6 jam dalam sehari untuk beristirahat dan bercengkrama dengan keluarga serta menjalankan bisnis sampingan sebagai persiapan di masa depan. Ini juga bukan hal yang mudah. Itu pun klo kita gak memegang jabatan level menengah ke atas dan gak mengambil jatah jam lembur. Praktis waktu free kita hanya di hari Sabtu ato Minggu. Klo Sabtu rekreasi dengan keluarga, Minggunya istirahat di rumah ato sebaliknya. Itu semua memang konsekuensi yang harus kita terima.

Dengan berjalannya waktu, rutinitas itu akan terbentuk sampai kita berusia 55 tahun (klo ga di PHK …). Usia dimana waktu pensiun telah tiba. Libur tlah tiba … libur tlah tiba …

Bayangkan … di usia segitu yang secara mBoldental dan fisik tidak sekuat dulu lagi, kita harus memulai babak baru dalam kehidupan kita sebagai seorang pensiunan. Hilang sudah rutinitas yang kita jalani selama bertahun-tahun. Hilang juga jabatan yang pernah kita genggam. Hilang pula sebagian besar potensi pendapatan maksimal yang bisa kita raih dalam sebulan bekerja. Sementara faktanya … tiap tahun kebutuhan hidup selalu meningkat.

Masa2 post power sindrome seperti ini bukanlah masa2 yang mudah untuk dilalui. Kebanyakan, di masa-masa seperti ini, … entah mengapa, yang namanya penyakit mulai doyan bermunculan. Mulai yang ringan2, seperti pegel linu sampe yang serem2 macam stroke, kanker, kolesterol, jantung, gagal ginjal, bahkan ada yang sampai ginjal-ginjal, hahaha

Tidak jarang, duit yang dikumpulkan selama bertahun-tahun, habis dalam sekejap hanya untuk biaya pengobatan.

Fuihh … berat sekali … tapi, ini cuma gambaran umum nasib seorang pegawai loh … Gak identik. Pasti akan tetap ada orang yang sukses berkelimpahan sebagai seorang pegawai, tapi prosentasenya berapa persen ?!?!?

Tapi, begitulah hidup … “ada harga yang harus kita dibayar”. Semua selalu ada konsekuensinya. Semua selalu saja ada resikonya … Hahaha, es cao !!!


Artikel terkait :


Submit your 
content Every Day to 25 social 
bookmarking sites, all on unique 
C class IPs... FREE.